Hati-hati dengan emosi! Perasaan itu menghanyutkan! Pria tidak boleh menangis! Jangan percaya pada perasaanmu! Seringkali kita mendengar nasihat-nasihat seperti itu. Apakah nasihat-nasihat itu benar? Apakah hidup Kekristenan itu harus mematikan emosi dan perasaan kita?
Akan tetapi Alkitab menceritakan satu kejadian yang ditulis sebagai ayat terpendek dalam Alkitab, yaitu "Maka menangislah Yesus". Ya, Yesus menangis! Dia menangis ketika melihat duka sahabat-sahabat-Nya karena ‘kematian' Lazarus. Dan kalau Anda baca kitab Yeremia, Mazmur atau Ayub, Anda bisa rasakan nada-nada sendu melankolis mengalun di sana.
Alkitab juga menceritakan bagaimana Yesus mengekspresikan perasaannya seperti marah, belas kasihan, kasih, sukacita dan lain-lain. Dia marah ketika Bait Suci dijadikan tempat berjualan. Hati-Nya tergerak oleh belas kasihan ketika seorang janda mengantar anak satu-satunya ke pemakaman, tapi di saat lain Dia bersukacita ketika berada di perjamuan kawin.
Emosi adalah bagian jati diri kita sebagai manusia. Adalah wajar memperlihatkan emosi dengan tepat. Benar, kita harus menjaga setiap keputusan dalam hidup kita berdasarkan firman Tuhan dan dijaga oleh akal budi kita. Namun emosi dan hasrat adalah salah satu bunga-bunga indah yang Tuhan anugerahkan di dalam hidup kita. Seperti Yesus mencontohkan bagaimana mengekspresikan perasaan yang dikendalikan Roh Kudus, biarlah kita juga berserah dan berjalan bersama Roh agar perasaan kita dijaga dan dikendalikan oleh Dia saja.
Keluarkan emosi yang tepat di waktu yang tepat.